TikTokvideo from Sadnesss (@sadnesss_3): "tego lorone ora tego patine #psht #pshtpusatmadiun #pshtindonesia #fypシ #fyp #fypage". suara asli - Sadnesss. OrangJawa bilang, tego lorone ora tego patine. Hal itulah yang dirasakan James Hunt usai balapan. Dia menyesal telah memaksa panitia untuk terus melanjutkan balapan. Separah itu persaingan mereka. Tapi juga semanis itu persahabatan mereka. Karenadua alasan ini, tak heran kalau kebanyakan warga Muhammadiyah mempunyai prinsip tego lorone ora tego patine (tega sakitnya, tidak tega matinya). Pemilih PAN lainnya berasal dari kalangan Nahdliyin terpelajar yang berpikiran dinamis dan progresif, yang merasa tidak terikat secara struktural dengan hal yang berbau NU. Fast Money. Konsep persaudaraan adalah konsep di mana setiap jiwa yang terikat di dalamnya siap untuk menerima jiwa yang lain apa adanya. Penerimaan jiwa lain apa adanya ini tidak semata-mata menerima tanpa menyadari pentingnya makna dari persaudaraan itu sendiri. Persaudaraan berkaitan dengan bagaimana saling menghargai, menghormati, dan tentu nasihat-menasihati dalam kebaikan dan kebenaran. Jiwa-jiwa yang sudah terikat dalam ikatan Persaudaraan tidak boleh lepas dari prinsip ini. Antara jiwa satu dengan jiwa lain mempunyai kewajiban saling menghamat-hamati, saling menghargai, dan saling nasihat menasihati dalam kebaikan dan kebenaran. Selanjutnya bagaimana wajud nyata persaudaraan itu? Dalam istilah Jawa sebagai salah satu falsafah yang dipegang “Tego Larane Ora Tego Patine” Tega sakitnya tidak akan tega matinya. Jadi … ketika konsep persaudaraan itu sudah melekat dalam jiwa-jiwa, adalah sudah menjadi kewajiban untuk saling mengingatkan manakala saudaranya berbuat yang tidak baik dan benar. Mengingatkan itu mulai dengan lisan. Apabila masih juga tidak mau mendengarkan, dengan terpaksa prinsip tego larane ora tego patine harus diterapkan. “Dihajar” itu adalah jalan terakhir, jika dengan dihajar itu saudara kita dapat berubah. Namun demikian, menghajar saudara yang tidak mau diluruskan dengan lisan bukanlah tujuan untuk menyakiti. Bagaimana pun konsep ikatan persaudaraan sudah mengikat dalam jiwa-jiwa yang terikat itu. Meskipun kadang kita harus tega “menghajar” hingga terluka, namun kematian persaudaraan kita adalah rasa “kematian” pada diri kita juga. Bagaiman jika diri kita “mati”? Maka tidak mungkin kita rela mati dengan keadaan yang tidak selayaknya. Maka tego larane ora tego patine, akan tetap melekat dalam setiap jiwa Terate. Navigasi pos - Tega larane, ora tega patine. Apa arti pepatah Jawa tersebut? Tega larane, artinya tega sakitnya. Ora tega patine, artinya tidak tega atas kematiannya. Pepatah Jawa tersebut menggambarkan betapa kuatnya persaudaraan di Jawa. Baca Juga 6 Rekomendasi Oleh-Oleh Buku yang Wajib Dibeli Sebelum Pulang dari Kampung Inggris Pare Meskipun kadang bertengkar antara satu dengan yang lainnya, namun ketika ada yang mengalami penderitaan akan datang untuk menolong. Di sisi lain, peribahasa Jawa tersebut juga mewanti-wanti orang Jawa agar tetap menjaga silaturahmi. Sekecil apapun masalah yang terjadi jangan sampai memutus tali silaturahmi. Baca Juga Menikah di Bulan Sapar Apakah Boleh? Ini Penjelasan Primbon Jawa Iman Budhi Santosa dalam buku "Nasihat Hidup Orang Jawa" memberikan contoh yang terkait dengan pepatah Jawa ini. Dua kakak beradik terlibat cekcok karena berebut harta warisan dari orang tua. Cekcok tersebut berkepanjangan dan berujung gugatan ke pengadilan. Baca Juga Pepatah Jawa 'Sepi ing Pamrih, Rame ing Gawe', Ini Arti dan Penjelasannya Sang kakak jatuh sakit. Sang adik lalu membatalkan gugatan ke pengadilan dan memilih menjual harta warisan yang masih dalam sengketa untuk pengotan sang kakak. Menurut Iman Budhi Santosa, kasus tersebut memberikan cerminan bahwa dalam keadaan sehat kakak adik tersebut bisa saja saling bermusuhan. Terkini Masyarakat Jawa tidak asing dengan ungkapan "Tega Larane Ora Tega Patine". Ungkapan ini menggambarkan bagaimana eratnya hubungan persaudaraan. Terlebih jika hubungan persaudaraan tersebut terikat oleh ikatan darah. Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, secara harfiah ungkapan tersebut berarti tega sakitnya, tidak tega matinya. Artinya meskipun antar saudara sering kali bertengkar, cekcok, beda pandangan, namun jika terjadi kesulitan dan penderitaan, mereka tetap akan saling menolong. Ada sebuah cerita yang dapat kita ambil hikmahnya. Disebuah desa ada sebuah sumur yang dianggap angker. Hal ini dikarenakan setiap kali penduduk desa ingin mengambil air, tali dan ember yang diulurkan kedalam sumur selalu ditarik. Beberapa ember bahkan terlepas dari talinya. Kemungkinan ada yang membuka simpul tali itu di dalam sumur sana. Sekian lama tidak diketahui penyebab kejadian aneh ini. Banyak penduduk desa menyimpulkan, bahwa sumur itu dihuni oleh sesosok jin jahat yang suka mengganggu. Karena air merupakan kebutuhan vital penduduk, tetua desa pun berkumpul. Melalui musyawarah diputuskan untuk menjawab teka teki sumur angker, seseorang harus masuk kedalamnya. Tidak ada seorangpun penduduk desa yang berani untuk masuk kedalam sumur karena takut. Kemudian ada seorang pemuda, ia bersedia dengan syarat. Saudara kandungnya harus ikut memegang tali ketika ia masuk kedalam. Orang-orang bertanya "kenapa harus saudaramu, disini juga banyak pemuda-pemuda yang tegap lagi kuat. Saudaramu itu tinggal nya jauh dari desa kita ini?" Pemuda itu tak bergeming. Karena tidak ada orang lain yang berani masuk ke dalam sumur, merekapun lalu menjemput saudara kandung pemuda itu. Pagi itu, setelah mengikat tubuhnya dengan tali si pemuda pun turun ke dalam sumur. Orang-orang beramai-ramai memegang tali, termasuk disana saudara kandungnya. Perlahan mereka menurunkan tubuh pemuda itu sehingga masuk ke dasar sumur. Semua menanti dengan hati berdebar. Di atas batu di dasar sumur, si pemuda menemukan seekor monyet. Inilah sumber masalah nya selama ini. Ia lalu membawa monyet itu bersamanya dan berkata, "tarik talinya !" Dengan segera penduduk desa menarik tali pengikat tubuh si pemuda. Menjelang sampai ke permukaan sumur, si monyet yang begitu senang melihat cahaya matahari terlepas dari pegangan pemuda, memanjat sisa tali dan melompat keluar sumur. Karena kaget dengan sosok hewan ini, dan rasa takut yang telah mencengkram hati, penduduk desa berhamburan berlari melepas tali. Mereka mengira jin sudah merubah pemuda malang itu menjadi sesosok monyet. Semua lari kecuali saudara kandung pemuda itu. Ia tetap bertahan memegang tali dan dengan susah payah menarik tali menyelamatkan adiknya seorang diri. Fahamlah penduduk desa, mengapa si pemuda begitu menginginkan kehadiran saudaranya. Tanpanya, ia pasti sudah mati terhempas sebab mereka semua berlepas diri meninggalkannya. Kapanpun, saudara adalah saudara. Tak pandang seberapa banyak harta yang dipunya. Seberapa jauh jarak diantaranya, ikatannya tak kan lekang oleh masa, begitulah gambaran "Tega Larane Ora Tega Patine"

tego lorone ora tego patine